PENGEMBANGAN
KURIKULUM 2013
Disusun dan diajukan sebagai
tugas terstruktur
Mata Kuliah: Telaah Kurikulum
Prodi/Smt : Pendidikan Matematika/VI
Dosen: Khikmatul Aini, M.Pd.
Disusun oleh :
Nama
1.
Ikmah
Melani
2.
Nurul
Azizah
3.
Titi
Maryati
NIM
40310007
40310018
40310022
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP) ISLAM BUMIAYU
2013
BAB I
PENDAHULUAN
- LATAR BELAKANG
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa
pembentukan Pemerintah Negara Indonesia yaitu antara lain untuk mencerdaskan kehidupan
bangsa. Untuk mewujudkan upaya tersebut, Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 Ayat
(3) memerintahkan agar Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem
pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak
mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan
undang-undang.
Perwujudan dari amanat Undang-Undang Dasar 1945 yaitu dengan
diberlakukannya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, yang merupakan produk undang-undang pendidikan pertama pada awal abad
ke-21. Undang-undang ini menjadi dasar hukum untuk membangun pendidikan
nasional dengan menerapkan prinsip demokrasi, desentralisasi, dan otonomi
pendidikan yang menjunjung tinggi hak asasi manusia. Sejak Proklamasi Kemerdekaan
17 Agustus 1945, undang-undang tentang sistem pendidikan nasional telah
mengalami beberapa kali perubahan.
Pendidikan
nasional, sebagai salah satu sektor pembangunan nasional dalam upaya
mencerdaskan kehidupan bangsa, mempunyai visi terwujudnya sistem pendidikan
sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga
negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan
proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Makna manusia yang
berkualitas, menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, yaitu manusia terdidik yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Oleh karena
itu, pendidikan nasional harus berfungsi secara optimal sebagai wahana utama
dalam pembangunan bangsa dan karakter.
Penyelenggaraan
pendidikan sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional diharapkan dapat mewujudkan proses
berkembangnya kualitas pribadi peserta didik sebagai generasi penerus bangsa di
masa depan, yang diyakini akan menjadi faktor determinan bagi tumbuh kembangnya
bangsa dan negara Indonesia sepanjang jaman.
Dari
sekian banyak unsur sumber daya pendidikan, kurikulum merupakan salah satu
unsur yang bisa memberikan kontribusi yang signifikan untuk mewujudkan proses
berkembangnya kualitas potensi peserta didik. Jadi tidak dapat disangkal lagi
bahwa kurikulum, yang dikembangkan dengan berbasis pada kompetensi sangat
diperlukan sebagai instrumen untuk mengarahkan peserta didik menjadi: (1)
manusia berkualitas yang mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang
selalu berubah; dan (2) manusia terdidik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri; dan
(3) warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Pengembangan dan
pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi merupakan salah satu strategi
pembangunan pendidikan nasional sebagaimana yang diamanatkan dalam
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
- LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM
1.
Landasan
Yuridis
Secara konseptual, kurikulum adalah suatu respon pendidikan
terhadap kebutuhan masyarakat dan bangsa dalam membangun generasi muda
bangsanya. Secara pedagogis, kurikulum adalah rancangan pendidikan yang memberi
kesempatan untuk peserta didik mengembangkan potensi dirinya dalam suatu
suasana belajar yang menyenangkan dan sesuai dengan kemampuan dirinya untuk
memiliki kualitas yang diinginkan masyarakat dan bangsanya. Secara yuridis,
kurikulum adalah suatu kebijakan publik yang didasarkan kepada dasar filosofis
bangsa dan keputusan yuridis di bidang pendidikan.
Landasan yuridis kurikulum adalah Pancasila dan Undang-undang
Dasar 1945, Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, Peraturan
Pemerintah nomor 19 tahun 2005, dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor
23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan dan Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi.
2.
Landasan
Filosofis
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa (UU RI nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional). Untuk
mengembangkan dan membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat,
pendidikan berfungsi mengembangkan segenap potensi peserta didik “menjadi
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warganegara yang
demokratis serta bertanggungjawab” (UU RI nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional).
Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional maka
pengembangan kurikulum haruslah berakar pada budaya bangsa, kehidupan bangsa
masa kini, dan kehidupan bangsa di masa mendatang.
Pendidikan
berakar pada budaya bangsa. Proses pendidikan adalah suatu proses pengembangan
potensi peserta didik sehingga mereka mampu menjadi pewaris dan pengembang
budaya bangsa. Melalui pendidikan berbagai nilai dan keunggulan budaya di masa
lampau diperkenalkan, dikaji, dan dikembangkan menjadi budaya dirinya,
masyarakat, dan bangsa yang sesuai dengan zaman dimana peserta didik tersebut
hidup dan mengembangkan diri. Kemampuan menjadi pewaris dan pengembang budaya
tersebut akan dimiliki peserta didik apabila pengetahuan, kemampuan
intelektual, sikap dan kebiasaan, keterampilan sosial memberikan dasar untuk secara
aktif mengembangkan dirinya sebagai individu, anggota masyarakat, warganegara,
dan anggota umat manusia.
Pendidikan juga harus memberikan dasar bagi keberlanjutan
kehidupan bangsa dengan segala aspek kehidupan bangsa yang mencerminkan
karakter bangsa masa kini. Oleh karena itu, konten pendidikan yang mereka
pelajari tidak semata berupa prestasi besar bangsa di masa lalu tetapi juga
hal-hal yang berkembang pada saat kini dan akan berkelanjutan ke masa
mendatang. Berbagai perkembangan baru dalam ilmu, teknologi, budaya, ekonomi,
sosial, politik yang dihadapi masyarakat, bangsa dan umat manusia dikemas
sebagai konten pendidikan. Konten pendidikan dari kehidupan bangsa masa kini
memberi landasan bagi pendidikan untuk selalu terkait dengan kehidupan masyarakat
dalam berbagai aspek kehidupan, kemampuan berpartisipasi dalam membangun
kehidupan bangsa yang lebih baik, dan memosisikan pendidikan yang tidak
terlepas dari lingkungan sosial, budaya, dan alam. Lagipula, konten pendidikan
dari kehidupan bangsa masa kini akan memberi makna yang lebih berarti bagi
keunggulan budaya bangsa di masa lalu untuk digunakan dan dikembangkan sebagai
bagian dari kehidupan masa kini.
Peserta
didik yang mengikuti pendidikan masa kini akan menggunakan apa yang
diperolehnya dari pendidikan ketika mereka telah menyelesaikan pendidikan 12
tahun dan berpartisipasi penuh sebagai warganegara. Atas dasar pikiran itu maka
konten pendidikan yang dikembangkan dari warisan budaya dan kehidupan masa kini
perlu diarahkan untuk memberi kemampuan bagi peserta didik menggunakannya bagi
kehidupan masa depan terutama masa dimana dia telah menyelesaikan pendidikan
formalnya. Dengan demikian sikap, keterampilan dan pengetahuan yang menjadi
konten pendidikan harus dapat digunakan untuk kehidupan paling tidak satu
sampai dua dekade dari sekarang. Artinya, konten pendidikan yang dirumuskan
dalam Standar Kompetensi Lulusan dan dikembangkan dalam kurikulum harus menjadi
dasar bagi peserta didik untuk dikembangkan dan disesuaikan dengan kehidupan
mereka sebagai pribadi, anggota masyarakat, dan warganegara yang produktif
serta bertanggungjawab di masa mendatang.
3. Landasan Teoritis
Kurikulum
dikembangkan atas dasar teori pendidikan berdasarkan standar dan teori
pendidikan berbasis kompetensi.
Pendidikan berdasarkan standar adalah pendidikan yang
menetapkan standar nasional sebagai kualitas minimal hasil belajar yang berlaku
untuk setiap kurikulum. Standar kualitas nasional dinyatakan sebagai Standar
Kompetensi Lulusan. Standar Kompetensi Lulusan tersebut adalah kualitas minimal
lulusan suatu jenjang atau satuan pendidikan. Standar Kompetensi Lulusan
mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan (PP nomor 19 tahun 2005).
Standar Kompetensi Lulusan dikembangkan menjadi Standar
Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan yaitu SKL SD, SMP, SMA, SMK. Standar
Kompetensi Lulusan satuan pendidikan berisikan 3 (tiga) komponen yaitu
kemampuan proses, konten, dan ruang lingkup penerapan komponen proses dan
konten. Komponen proses adalah kemampuan minimal untuk mengkaji dan memproses
konten menjadi kompetensi. Komponen konten adalah dimensi kemampuan yang
menjadi sosok manusia yang dihasilkan dari pendidikan. Komponen ruang lingkup
adalah keluasan lingkungan minimal dimana kompetensi tersebut digunakan, dan
menunjukkan gradasi antara satu satuan pendidikan dengan satuan pendidikan di
atasnya serta jalur satuan pendidikan khusus (SMK, SDLB, SMPLB, SMALB).
Kompetensi adalah kemampuan seseorang untuk bersikap,
menggunakan pengetahuan dan keterampilan untuk melaksanakan suatu tugas di sekolah,
masyarakat, dan lingkungan dimana yang bersangkutan berinteraksi. Kurikulum
dirancang untuk memberikan pengalaman belajar seluas-luasnya bagi peserta didik
untuk mengembangkan sikap, keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk
membangun kemampuan tersebut. Hasil dari pengalaman belajar tersebut adalah
hasil belajar peserta didik yang menggambarkan manusia dengan kualitas yang
dinyatakan dalam SKL.
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu
(UU nomor 20 tahun 2003; PP nomor 19 tahun 2005). Kurikulum berbasis kompetensi
adalah kurikulum yang dirancang baik dalam bentuk dokumen, proses, maupun
penilaian didasarkan pada pencapaian tujuan, konten dan bahan pelajaran serta
penyelenggaraan pembelajaran yang didasarkan pada Standar Kompetensi Lulusan.
Konten pendidikan dalam SKL dikembangkan dalam bentuk
kurikulum satuan pendidikan dan jenjang pendidikan sebagai suatu rencana
tertulis (dokumen) dan kurikulum sebagai proses (implementasi). Dalam dimensi
sebagai rencana tertulis, kurikulum harus mengembangkan SKL menjadi konten
kurikulum yang berasal dari prestasi bangsa di masa lalu, kehidupan bangsa masa
kini, dan kehidupan bangsa di masa mendatang. Dalam dimensi rencana tertulis,
konten kurikulum tersebut dikemas dalam berbagai mata pelajaran sebagai unit
organisasi konten terkecil. Dalam setiap mata pelajaran terdapat konten spesifik
yaitu pengetahuan dan konten berbagi dengan mata pelajaran lain yaitu sikap dan
keterampilan. Secara langsung mata pelajaran menjadi sumber bahan ajar yang
spesifik dan berbagi untuk dikembangkan dalam dimensi proses suatu kurikulum.
Kurikulum dalam dimensi proses adalah realisasi ide dan
rancangan kurikulum menjadi suatu proses pembelajaran. Guru adalah tenaga
kependidikan utama yang mengembangkan ide dan rancangan tersebut menjadi proses
pembelajaran. Pemahaman guru tentang kurikulum akan menentukan rancangan guru
(Rencana Program Pembelajaran/RPP) dan diterjemahkan ke dalam bentuk kegiatan
pembelajaran. Peserta didik berhubungan langsung dengan apa yang dilakukan guru
dalam kegiatan pembelajaran dan menjadi pengalaman langsung peserta didik. Apa
yang dialami peserta didik akan menjadi hasil belajar pada dirinya dan menjadi
hasil kurikulum. Oleh karena itu proses pembelajaran harus memberikan
kesempatan yang luas kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi dirinya
menjadi hasil belajar yang sama atau lebih tinggi dari yang dinyatakan dalam
Standar Kompetensi Lulusan.
Kurikulum berbasis kompetensi adalah “outcomes-based
curriculum” dan oleh karena itu pengembangan kurikulum diarahkan pada
pencapaian kompetensi yang dirumuskan dari SKL. Demikian pula penilaian hasil
belajar dan hasil kurikulum diukur dari pencapaian kompetensi. Keberhasilan
kurikulum diartikan sebagai pencapaian kompetensi yang dirancang dalam dokumen
kurikulum oleh seluruh peserta didik.
Karakteristik kurikulum berbasis kompetensi adalah:
(1) Isi
atau konten kurikulum adalah kompetensi yang dinyatakan dalam bentuk Kompetensi
Inti (KI) mata pelajaran dan dirinci lebih lanjut ke dalam Kompetensi Dasar
(KD).
(2)
Kompetensi Inti (KI) merupakan gambaran secara
kategorial mengenai kompetensi yang harus dipelajari peserta didik untuk suatu
jenjang sekolah, kelas, dan mata pelajaran
(3)
Kompetensi Dasar (KD) merupakan kompetensi yang
dipelajari peserta didik untuk suatu mata pelajaran di kelas tertentu.
(4)
Penekanan kompetensi ranah sikap, keterampilan kognitif,
keterampilan psikomotorik, dan pengetahuan untuk suatu satuan pendidikan dan
mata pelajaran ditandai oleh banyaknya KD suatu mata pelajaran. Untuk SD
pengembangan sikap menjadi kepedulian utama kurikulum.
(5)
Kompetensi Inti menjadi unsur organisatoris
kompetensi bukan konsep, generalisasi, topik atau sesuatu yang berasal dari
pendekatan “disciplinary–based curriculum” atau “content-based curriculum”.
(6)
Kompetensi Dasar yang dikembangkan didasarkan
pada prinsip akumulatif, saling memperkuat dan memperkaya antar mata pelajaran.
(7)
Proses pembelajaran didasarkan pada upaya
menguasai kompetensi pada tingkat yang memuaskan dengan memperhatikan
karakteristik konten kompetensi dimana pengetahuan adalah konten yang bersifat
tuntas (mastery). Keterampilan kognitif dan psikomotorik adalah kemampuan
penguasaan konten yang dapat dilatihkan. Sedangkan sikap adalah kemampuan
penguasaan konten yang lebih sulit dikembangkan dan memerlukan proses
pendidikan yang tidak langsung.
(8) Penilaian
hasil belajar mencakup seluruh aspek kompetensi, bersifat formatif dan hasilnya
segera diikuti dengan pembelajaran remedial untuk memastikan penguasaan
kompetensi pada tingkat memuaskan (Kriteria Ketuntasan Minimal/KKM dapat
dijadikan tingkat memuaskan)
4.
Landasan
Empiris
Pada saat ini perekonomian Indonesia terus tumbuh di tengah
bayang-bayang resesi dunia. Pertumbuhan ekonomi Indonesia dari 2005 sampai
dengan 2008 berturut-turut 5,7%, 5,5%, 6,3%, 2008: 6,4%
(www.presidenri.go.id/index.php/indikator). Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun
2012 diperkirakan lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi negara-negara
ASEAN sebesar 6,5 – 6,9 % (Agus D.W. Martowardojo, dalam Rapat Paripurna DPR,
31/05/2012). Momentum pertumbuhan ekonomi ini harus terus dijaga dan
ditingkatkan. Generasi muda berjiwa wirausaha yang tangguh, kreatif, ulet,
jujur, dan mandiri, sangat diperlukan untuk memantapkan pertumbuhan ekonomi
Indonesia di masa depan. Generasi seperti ini seharusnya tidak muncul karena
hasil seleksi alam, namun karena hasil gemblengan pada tiap jenjang satuan
pendidikan dengan kurikulum sebagai pengarahnya.
Sebagai negara bangsa yang besar dari segi geografis, suku
bangsa, potensi ekonomi, dan beragamnya kemajuan pembangunan dari satu daerah
ke daerah lain, sekecil apapun ancaman disintegrasi bangsa masih tetap ada.
Kurikulum harus mampu membentuk manusia Indonesia yang mampu menyeimbangkan
kebutuhan individu dan masyarakat untuk memajukan jatidiri sebagai bagian dari
bangsa Indonesia dan kebutuhan untuk berintegrasi sebagai satu entitas bangsa Indonesia.
Dewasa ini, kecenderungan menyelesaikan persoalan dengan
kekerasan dan kasus pemaksaan kehendak sering muncul di Indonesia.
Kecenderungan ini juga menimpa generasi muda, misalnya pada kasus-kasus
perkelahian massal. Walaupun belum ada kajian ilmiah bahwa kekerasan tersebut
bersumber dari kurikulum, namun beberapa ahli pendidikan dan tokoh masyarakat
menyatakan bahwa salah satu akar masalahnya adalah implementasi kurikulum yang
terlalu menekankan aspek kognitif dan keterkungkungan peserta didik di ruang
belajarnya dengan kegiatan yang kurang menantang peserta didik. Oleh karena
itu, kurikulum perlu direorientasi dan direorganisasi terhadap beban belajar
dan kegiatan pembelajaran yang dapat menjawab kebutuhan ini.
Berbagai elemen masyarakat telah memberikan kritikan,
komentar, dan saran berkaitan dengan beban belajar siswa, khususnya siswa
sekolah dasar. Beban belajar ini bahkan secara kasatmata terwujud pada beratnya
beban buku yang harus dibawa ke sekolah. Beban belajar ini salah satunya
berhulu dari banyaknya mata pelajaran yang ada di tingkat sekolah dasar. Oleh
karena itu kurikulum pada tingkat sekolah dasar perlu diarahkan kepada
peningkatan 3 (tiga) kemampuan dasar, yakni baca, tulis, dan hitung serta
pembentukan karakter.
Berbagai kasus yang berkaitan dengan penyalahgunaan wewenang,
manipulasi, termasuk masih adanya kecurangan di dalam Ujian Nasional/UN
menunjukkan mendesaknya upaya menumbuhkan budaya jujur dan antikorupsi melalui
kegiatan pembelajaran di dalam satuan pendidikan. Maka kurikulum harus mampu
memandu upaya karakterisasi nilai-nilai kejujuran pada peserta didik.
Pada saat ini, upaya pemenuhan kebutuhan manusia telah secara
nyata mempengaruhi secara negatif lingkungan alam. Pencemaran, semakin
berkurangnya sumber air bersih, adanya potensi rawan pangan pada berbagai
belahan dunia, dan pemanasan global merupakan tantangan yang harus dihadapi
generasi muda di masa kini dan di masa yang akan datang. Kurikulum seharusnya
juga diarahkan untuk membangun kesadaran dan kepedulian generasi muda terhadap
lingkungan alam dan menumbuhkan kemampuan untuk merumuskan pemecahan masalah
secara kreatif terhadap isu-isu lingkungan dan ketahanan pangan.
Dengan berbagai kemajuan yang telah dicapai, mutu pendidikan
Indonesia harus terus ditingkatkan. Hasil studi PISA (Program for International
Student Assessment), yaitu studi yang memfokuskan pada literasi bacaan,
matematika, dan IPA, menunjukkan peringkat Indonesia baru bisa menduduki 10
besar terbawah dari 65 negara. Hasil studi TIMSS (Trends in International
Mathematics and Science Study) menunjukkan siswa Indonesia berada pada ranking
amat rendah dalam kemampuan (1) memahami informasi yang komplek, (2) teori,
analisis dan pemecahan masalah, (3) pemakaian alat, prosedur dan pemecahan
masalah dan (4) melakukan investigasi. Hasil studi ini menunjukkan perlu ada
perubahan orientasi kurikulum dengan tidak membebani peserta didik dengan
konten namun pada aspek kemampuan esensial yang diperlukan semua warga negara
untuk berperanserta dalam membangun negara pada masa mendatang.
- PRINSIP PENGEMBANGAN KURIKULUM
Pengembangan
kurikulum didasarkan pada prinsip-prinsip berikut:
1.
Kurikulum satuan pendidikan atau jenjang
pendidikan bukan merupakan daftar mata pelajaran. Atas dasar prinsip tersebut
maka kurikulum sebagai rencana adalah rancangan untuk konten pendidikan yang
harus dimiliki oleh seluruh peserta didik setelah menyelesaikan pendidikannya
di satu satuan atau jenjang pendidikan tertentu. Kurikulum sebagai proses
adalah totalitas pengalaman belajar peserta didik di satu satuan atau jenjang
pendidikan untuk menguasai konten pendidikan yang dirancang dalam rencana.
Hasil belajar adalah perilaku peserta didik secara keseluruhan dalam menerapkan
perolehannya di masyarakat.
2.
Standar kompetensi lulusan ditetapkan untuk satu
satuan pendidikan, jenjang pendidikan, dan program pendidikan. Sesuai dengan
kebijakan Pemerintah mengenai Wajib Belajar 12 Tahun maka Standar Kompetensi
Lulusan yang menjadi dasar pengembangan kurikulum adalah kemampuan yang harus
dimiliki peserta didik setelah mengikuti proses pendidikan selama 12 tahun.
Selain itu sesuai dengan fungsi dan tujuan jenjang pendidikan dasar dan
pendidikan menengah serta fungsi dan tujuan dari masing-masing satuan
pendidikan pada setiap jenjang pendidikan maka pengembangan kurikulum
didasarkan pula atas Standar Kompetensi Lulusan pendidikan dasar dan pendidikan
menengah serta Standar Kompetensi satuan pendidikan.
3.
Model kurikulum berbasis kompetensi ditandai
oleh pengembangan kompetensi berupa sikap, pengetahuan, keterampilan berpikir,
dan keterampilan psikomotorik yang dikemas dalam berbagai mata pelajaran.
Kompetensi yang termasuk pengetahuan dikemas secara khusus dalam satu mata
pelajaran. Kompetensi yang termasuk sikap dan ketrampilan dikemas dalam setiap
mata pelajaran dan bersifat lintas mata pelajaran dan diorganisasikan dengan
memperhatikan prinsip penguatan (organisasi horizontal) dan keberlanjutan
(organisasi vertikal) sehingga memenuhi prinsip akumulasi dalam pembelajaran.
4.
Kurikulum didasarkan pada prinsip bahwa setiap
sikap, keterampilan dan pengetahuan yang dirumuskan dalam kurikulum berbentuk
Kemampuan Dasar dapat dipelajari dan dikuasai setiap peserta didik (mastery
learning) sesuai dengan kaedah kurikulum berbasis kompetensi.
5.
Kurikulum dikembangkan dengan memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan perbedaan dalam kemampuan
dan minat. Atas dasar prinsip perbedaan kemampuan individual peserta didik,
kurikulum memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk memiliki tingkat
penguasaan di atas standar yang telah ditentukan (dalam sikap, keterampilan dan
pengetahuan). Oleh karena itu beragam program dan pengalaman belajar disediakan
sesuai dengan minat dan kemampuan awal peserta didik.
6.
Kurikulum berpusat pada potensi, perkembangan,
kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta lingkungannya. Kurikulum
dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik berada pada posisi sentral
dan aktif dalam belajar.
7.
Kurikulum harus tanggap terhadap perkembangan
ilmu pengetahuan, budaya, teknologi, dan seni. Kurikulum dikembangkan atas
dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, budaya, teknologi, dan seni berkembang
secara dinamis. Oleh karena itu konten kurikulum harus selalu mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan, budaya, teknologi, dan seni; membangun rasa
ingin tahu dan kemampuan bagi peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan
secara tepat hasil-hasil ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
8.
Kurikulum harus relevan dengan kebutuhan
kehidupan. Pendidikan tidak boleh memisahkan peserta didik dari lingkungannya
dan pengembangan kurikulum didasarkan kepada prinsip relevansi pendidikan
dengan kebutuhan dan lingkungan hidup. Artinya, kurikulum memberikan kesempatan
kepada peserta didik untuk mempelajari permasalahan di lingkungan masyarakatnya
sebagai konten kurikulum dan kesempatan untuk mengaplikasikan yang dipelajari
di kelas dalam kehidupan di masyarakat.
9.
Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan,
pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
Pemberdayaan peserta didik untuk belajar sepanjang hayat dirumuskan dalam
sikap, keterampilan, dan pengetahuan dasar yang dapat digunakan untuk
mengembangkan budaya belajar.
10.
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan
kepentingan nasional dan kepentingan daerah untuk membangun kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kepentingan nasional dikembangkan
melalui penentuan struktur kurikulum, Standar Kemampuan/SK dan Kemampuan
Dasar/KD serta silabus. Kepentingan daerah dikembangkan untuk membangun manusia
yang tidak tercabut dari akar budayanya dan mampu berkontribusi langsung kepada
masyarakat di sekitarnya. Kedua kepentingan ini saling mengisi dan
memberdayakan keragaman dan kebersatuan yang dinyatakan dalam Bhinneka Tunggal
Ika untuk membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia.
11.
Penilaian hasil belajar ditujukan untuk
mengetahui dan memperbaiki pencapaian kompetensi. Instrumen penilaian hasil
belajar adalah alat untuk mengetahui kekurangan yang dimiliki setiap peserta
didik atau sekelompok peserta didik. Kekurangan tersebut harus segera diikuti
dengan proses perbaikan terhadap kekurangan dalam aspek hasil belajar yang
dimiliki seorang atau sekelompok peserta didik.
BAB II
STRUKTUR KURIKULUM
Struktur
kurikulum terdiri atas sejumlah mata pelajaran, beban belajar, dan kalender
pendidikan. Mata pelajaran terdiri atas:
Ø Mata
pelajaran wajib diikuti oleh seluruh peserta didik di satu satuan pendidikan
pada setiap satuan atau jenjang pendidikan
Ø Mata
pelajaran pilihan yang diikuti oleh peserta didik sesuai dengan pilihan mereka.
Kedua
kelompok mata pelajaran tersebut (wajib dan pilihan) terutama dikembangkan
dalam struktur kurikulum pendidikan menengah (SMA dan SMK) sementara itu
mengingat usia dan perkembangan psikologis peserta didik usia 7 – 15 tahun maka
mata pelajaran pilihan belum diberikan untuk peserta didik SD dan SMP.
1) Struktur
Kurikulum SD
Beban
belajar dinyatakan dalam jam belajar setiap minggu untuk masa belajar selama
satu semester. Beban belajar di SD Tahun I, II, dan III masing-masing 30, 32,
34 sedangkan untuk Tahun IV, V, dan VI masing-masing 36 jam setiap minggu. Jam
belajar SD adalah 40 menit.
Struktur Kurikulum
SD adalah sebagai berikut:
MATA PELAJARAN
|
ALOKASI WAKTU BELAJAR PER MINGGU
|
||||||
|
I
|
II
|
III
|
IV
|
V
|
VI
|
|
Kelompok A
|
|||||||
1.
|
Pendidikan Agama
|
4
|
4
|
4
|
4
|
4
|
4
|
2.
|
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
|
5
|
6
|
6
|
6
|
6
|
6
|
3.
|
Bahasa Indonesia
|
8
|
8
|
10
|
10
|
10
|
10
|
4.
|
Matematika
|
5
|
6
|
6
|
6
|
6
|
6
|
Kelompok B
|
|||||||
1.
|
Seni Budaya dan Keterampilan
(termasuk muatan lokal)
|
4
|
4
|
4
|
6
|
6
|
6
|
2.
|
Pendidikan Jasmani, Olah Raga dan Kesehatan
(termasuk muatan lokal)
|
4
|
4
|
4
|
4
|
4
|
4
|
Jumlah Alokasi Waktu Per Minggu
|
30
|
32
|
34
|
36
|
36
|
36
|
Kelompok A adalah mata pelajaran yang memberikan orientasi
kompetensi lebih kepada aspek intelektual dan afektif sedangkan kelompok B
adalah mata pelajaran yang lebih menekankan pada aspek afektif dan psikomotor.
Integrasi konten IPA dan IPS adalah berdasarkan makna mata
pelajaran sebagai organisasi konten dan bukan sebagai sumber dari konten.
Konten IPA dan IPS diintegrasikan ke dalam mata pelajaran PPKn, Bahasa
Indonesia dan Matematika yang harus ada berdasarkan ketentuan perundang-undangan.
Pembelajaran tematik merupakan pendekatan pembelajaran yang
mengintegrasikan berbagai kompetensi dari berbagai mata pelajaran. Pengintegrasian
tersebut dilakukan dalam 2 (dua) hal, yaitu integrasi sikap,
kemampuan/keterampilan dan pengetahuan dalam proses pembelajaran serta
pengintegrasian berbagai konsep dasar yang berkaitan.
Tema memberikan makna kepada konsep dasar tersebut sehingga
peserta didik tidak mempelajari konsep dasar tanpa terkait dengan kehidupan
nyata. Dengan demikian, pembelajaran memberikan makna nyata kepada peserta
didik.
Tema yang dipilih berkenaan dengan alam dan kehidupan
manusia. Keduanya adalah pemberi makna yang substansial terhadap bahasa, PPKn,
matematika dan seni budaya karena keduanya adalah lingkungan nyata dimana
peserta didik dan masyarakat hidup. Disinilah kemampuan dasar/KD dari IPA dan
IPS yang diorganisasikan ke mata pelajaran lain yang memiliki peran penting
sebagai pengikat dan pengembang KD mata pelajaran lainnya.
Berdasarkan sudut pandang psikologis, tingkat perkembangan
peserta didik tidak cukup abstrak untuk memahami konten mata pelajaran secara
terpisah-pisah. Pandangan psikologi perkembangan dan Gestalt memberi dasar yang
kuat untuk integrasi KD yang diorganisasikan dalam pembelajaran tematik. Dari
sudut pandang transdisciplinarity maka pengotakan konten kurikulum
secara terpisah ketat tidak memberikan keuntungan bagi kemampuan berpikir selanjutnya.
2)
Struktur Kurikulum SMP
Beban belajar di
SMP untuk Tahun VII, VIII, dan IX masing-masing 38 jam per minggu. Jam belajar
SMP adalah 40 menit.
Struktur Kurikulum
SMP adalah sebagai berikut:
MATA PELAJARAN
|
ALOKASI WAKTU BELAJAR PER MINGGU
|
||||
VII
|
VIII
|
IX
|
|||
Kelompok A
|
|||||
1.
|
Pendidikan Agama
|
3
|
3
|
3
|
|
2.
|
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
|
3
|
3
|
3
|
|
3.
|
Bahasa Indonesia
|
6
|
6
|
6
|
|
4.
|
Matematika
|
5
|
5
|
5
|
|
5.
|
Ilmu Pengetahuan Alam
|
5
|
5
|
5
|
|
6.
|
Ilmu Pengetahuan Sosial
|
4
|
4
|
4
|
|
7.
|
Bahasa Inggris
|
4
|
4
|
4
|
|
Kelompok B
|
|||||
1.
|
Seni Budaya (termasuk muatan lokal)
|
3
|
3
|
3
|
|
2.
|
Pendidikan Jasmani, Olah Raga, dan Kesehatan
(termasuk muatan lokal)
|
3
|
3
|
3
|
|
3.
|
Prakarya
(termasuk muatan lokal)
|
2
|
2
|
2
|
|
Jumlah Alokasi Waktu Per Minggu
|
38
|
38
|
38
|
||
Kelompok A adalah mata
pelajaran yang memberikan orientasi kompetensi lebih kepada aspek intelektual
dan afektif sedangkan kelompok B adalah mata pelajaran yang lebih menekankan
pada aspek afektif dan psikomotor.
3) Struktur Kurikulum SMA
Untuk menerapkan
konsep kesamaan antara SMA dan SMK maka dikembangkan kurikulum Pendidikan
Menengah yang terdiri atas Kelompok mata pelajaran Wajib dan Mata pelajaran
Pilihan. Mata pelajaran wajib sebanyak 9 (Sembilan) mata pelajaran dengan beban
belajar 18 jam per minggu. Konten kurikulum (Kompetensi Inti/KI dan KD) dan
kemasan konten serta label konten (mata pelajaran) untuk mata pelajaran wajib
bagi SMA dan SMK adalah sama. Struktur ini menempatkan prinsip bahwa peserta
didik adalah subjek dalam belajar dan mereka memiliki hak untuk memilih sesuai
dengan minatnya.
Mata
pelajaran pilihan terdiri atas pilihan akademik (SMA) serta pilihan akademik
dan vokasional (SMK). Mata pelajaran pilihan ini memberikan corak kepada fungsi
satuan pendidikan dan di dalamnya terdapat pilihan sesuai dengan minat peserta
didik. Beban belajar di SMA untuk Tahun X, XI, dan XII masing-masing 43 jam
belajar per minggu. Satu jam belajar adalah 45 menit.
Struktur
Kurikulum Pendidikan Menengah kelompok mata pelajaran wajib sebagai berikut.
MATA PELAJARAN
|
ALOKASI WAKTU BELAJAR
PER MINGGU
|
|||||
|
X
|
XI
|
XII
|
|||
Kelompok Wajib
|
||||||
1.
|
Pendidikan Agama
|
3
|
3
|
3
|
||
2.
|
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
|
2
|
2
|
2
|
||
3.
|
Bahasa Indonesia
|
4
|
4
|
4
|
||
4.
|
Matematika
|
4
|
4
|
4
|
||
5.
|
Sejarah Indonesia
|
2
|
2
|
2
|
||
6.
|
Bahasa Inggris
|
2
|
2
|
2
|
||
7.
|
Seni Budaya
|
2
|
2
|
2
|
||
8.
|
Prakarya
|
2
|
2
|
2
|
||
9.
|
Pendidikan Jasmani, Olah Raga, dan Kesehatan
|
2
|
2
|
2
|
||
Jumlah Jam Pelajaran Kelompok Wajib per minggu
|
23
|
23
|
23
|
|||
Kelompok Peminatan
|
||||||
Mata Pelajaran Peminatan Akademik (SMA)
|
20
|
20
|
20
|
|||
Mata Pelajaran Peminatan Akademik dan Vokasi (SMK)
|
28
|
28
|
28
|
|||
Kompetensi
Dasar mata pelajaran wajib memberikan kemampuan dasar yang sama bagi tamatan
Pendidikan Menengah antara mereka yang belajar di SMA dan SMK.
Bagi mereka yang
memilih SMA tersedia pilihan kelompok peminatan (sebagai ganti jurusan) dan
pilihan antar kelompok peminatan dan bebas. Nama Kelompok Peminatan digunakan
karena memiliki keterbukaan untuk belajar di luar kelompok tersebut sedangkan
nama jurusan memiliki konotasi terbatas pada apa yang tersedia pada jurusan
tersebut dan tidak boleh mengambil mata pelajaran di luar jurusan.
Struktur
Kelompok Peminatan Akademik (SMA) memberikan keleluasaan bagi peserta didik
sebagai subjek tetapi juga berdasarkan pandangan bahwa semua disiplin ilmu
adalah sama dalam kedudukannya. Nama kelompok minat diubah dari IPA, IPS dan
Bahasa menjadi Matematika dan Sains, Sosial, dan Bahasa. Nama-nama ini tidak
diartikan sebagai nama kelompok disiplin ilmu karena adanya berbagai pertentangan
fisolosfis pengelompokan disiplin ilmu. Berdasarkan filosofi rekonstruksi
sosial maka nama organisasi kurikulum tidak terikat pada nama disiplin ilmu.
Terlampir di bawah adalah mata
pelajaran peminatan dan mata pelajaran pilihan (pendalaman minat dan lintas
minat).
MATA PELAJARAN
|
Kelas
|
||||
|
X
|
XI
|
XII
|
||
Kelompok Wajib
|
23
|
23
|
23
|
||
Peminatan Matematika dan Sains
|
|||||
I
|
1
|
Matematika
|
3
|
4
|
4
|
2
|
Biologi
|
3
|
4
|
4
|
|
3
|
Fisika
|
3
|
4
|
4
|
|
4
|
Kimia
|
3
|
4
|
4
|
|
Peminatan Sosial
|
|||||
II
|
1
|
Geografi
|
3
|
4
|
4
|
2
|
Sejarah
|
3
|
4
|
4
|
|
3
|
Sosiologi dan Antropologi
|
3
|
4
|
4
|
|
4
|
Ekonomi
|
3
|
4
|
4
|
|
Peminatan Bahasa
|
|||||
III
|
1
|
Bahasa dan Sastra Indonesia
|
3
|
4
|
4
|
2
|
Bahasa dan Sastra Inggris
|
3
|
4
|
4
|
|
3
|
Bahasa dan Sastra Asing lainnya
|
3
|
4
|
4
|
|
4
|
Sosiologi dan Antropologi
|
3
|
4
|
4
|
|
Mata Pelajaran Pilihan
|
|||||
Pilihan Pendalaman Minat atau Lintas Minat
|
6
|
4
|
4
|
||
Jumlah Jam Pelajaran Yang Tersedia
|
73
|
75
|
75
|
||
Jumlah Jam Pelajaran Yang harus Ditempuh
|
41
|
43
|
43
|
BAB III
STRATEGI IMPLEMENTASI
A.
Implementasi
Kurikulum
Implementasi kurikulum adalah usaha
bersama antara Pemerintah dengan pemerintah daerah propinsi dan pemerintah
daerah kabupaten/kota.
I. Pemerintah bertanggungjawab dalam
mempersiapkan guru dan kepala sekolah untuk melaksanakan kurikulum.
II. Pemerintah bertanggungjawab dalam
melakukan evaluasi pelaksanaan kurikulum secara nasional.
III. Pemerintah propinsi bertanggungjawab
dalam melakukan supervisi dan evaluasi terhadap pelaksanaan kurikulum di
propinsi terkait.
IV. Pemerintah kabupaten/kota bertanggungjawab
dalam memberikan bantuan profesional kepada guru dan kepala sekolah dalam
melaksanakan kurikulum di kabupaten/kota terkait.
Stategi Implementasi Kurikulum
terdiri atas:
1. Pelaksanaan kurikulum
di seluruh sekolah dan jenjang pendidikan yaitu:
- Juli 2013: Kelas I, IV, VII, dan X
- Juli 2014: Kelas I, II, IV, V, VII, VIII, X, dan XI
- Juli 2015: kelas I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII,
IX, X, XI, dan XII
2. Pelatihan Pendidik dan
Tenaga Kependidikan, dari tahun 2013 – 2015
3. Pengembangan buku
siswa dan buku pegangan guru dari tahun 2012 – 2014
4.Pengembangan manajemen,
kepemimpinan, sistem administrasi, dan pengembangan budaya sekolah (budaya
kerja guru) terutama untuk SMA dan SMK, dimulai dari bulan Januari – Desember
2013
5. Pendampingan dalam bentuk
Monitoring dan Evaluasi untuk menemukan kesulitan dan masalah implementasi dan
upaya penanggulangan: Juli 2013 – 2016
B.
Pelatihan
Pendidik dan Tenaga Kependidikan/PTK
Pelatihan PTK adalah bagian dari
pengembangan kurikulum. Pelatihan PTK disesuaikan dengan strategi implementasi
yaitu: Tahun pertama 2013 sampai tahun 2015 ketika kurikulum sudah dinyatakan
sepenuhnya diimplementasikan.
Strategi pelatihan dimulai dengan
melatih calon pelatih (Master Trainer) yang terdiri atas unsur-unsur, yaitu
Dinas Pendidikan, Dosen, Widyaiswara, guru inti nasional, pengawas dan kepala
sekolah berprestasi.
Langkah berikutnya adalah melatih master
teacher yang terdiri dari guru inti, pengawas dan kepala sekolah.
Pelatihan yang bersifat masal
dilakukan dengan melibatkan semua guru kelas dan guru mata pelajaran di tingkat
SD, SMP dan SMA/SMK.
C. Pengembangan Buku Siswa dan Pedoman
Guru
Implementasi kurikulum dilengkapi
dengan buku siswa dan pedoman guru yang disediakan oleh Pemerintah. Strategi
ini memberikan jaminan terhadap kualitas isi/bahan ajar dan penyajian buku
serta bahan bagi pelatihan guru dalam keterampilan melakukan pembelajaran dan
penilaian pada proses serta hasil belajar peserta didik.
Pada bulan Juli 2013 yaitu pada awal
implementasi Kurikulum 2013 buku sudah dimiliki oleh setiap peserta didik dan
guru.
Ketersediaan buku adalah untuk
meringankan beban orangtua karena orangtua tidak perlu membeli buku baru.
D. Evaluasi Kurikulum
Pelaksanaan evaluasi implementasi
kurikulum dilaksanakan sebagai berikut:
Jenis Evaluasi:
Formatif sampai tahun Belajar
2015-2016
Sumatif: Tahun Belajar 2016 secara
menyeluruh untuk menentukan kelayakan ide, dokumen, dan implementasi kurikulum.
Evaluasi pelaksanaan kurikulum
diselenggarakan dengan tujuan untuk mengidentifikasi masalah pelaksanaan
kurikulum dan membantu kepala sekolah dan guru menyelesaikan masalah tersebut.
Evaluasi dilakukan pada setiap satuan pendidikan dan dilaksanakan pada satuan
pendidikan di wilayah kota/kabupaten secara rutin dan bergiliran.
o
Evaluasi
dilakukan di akhir tahun ke II dan ke V SD, tahun ke VIII SMP dan tahun ke XI
SMA/SMK. Hasil dari evaluasi digunakan untuk memperbaiki kelemahan hasil
belajar peserta didik di kelas/tahun berikutnya.
o
Evaluasi
akhir tahun ke VI SD, tahun ke IX SMP, tahun ke XII SMA/SMK dilakukan untuk
menguji efektivitas kurikulum dalam mencapai Standar Kemampuan Lulusan (SKL).